Halo semuanya… Perkenalkan, nama saya Meisya Novitasari, panggil saya senyaman kalian saja. Apa kabar hari ini? Masih cukup sehatkah untuk berpikir optimis? Masih jernihkah mata kalian untuk melihat masa depan yang lebih positif? Saya harap jawabannya iya. Selamat untuk usia yang sudah membawa kalian mengenal banyak hal. Kalian harus bahagia, karena kalian sudah bertahan sampai di titik ini.
Well… Saya akan sharing mengenai pengalaman saya dalam mengubah pola pikir saya untuk lebih mencintai diri sendiri. Semoga kalian tidak bosan membaca tulisan saya.
Beberapa waktu terakhir ini saya sering ngobrol sama diri sendiri. Saya banyak merenung dan cenderung melamun pergi ke pikiran yang penuh dengan imajinasi. Seringkali saya berandai-andai dan berpikir, ‘kira-kira kalau saya tidak melakukan ini, melakukan itu, hidup saya akan seperti apa ya?’. Mungkin benar itu yang saya rasakan beberapa waktu belakangan. Setelah lebih sering merenung, saya akhirnya sadar bahwa selama ini saya terlarut dalam kebahagiaan yang semu. Saya terlalu menggantungkan kebahagiaan saya pada orang lain, hingga ketika orang itu pergi, rasa-rasanya saya seperti kehilangan diri saya sendiri.
Saya akan lebih realistis disini supaya kita sama-sama tidak merasa diberi harapan palsu. Meskipun saya sudah banyak membaca artikel, buku, mendengarkan pembicara dan guru yang mewarnai cinta pada diri sendiri sebagai hal yang sangat indah dan penuh cahaya, tetapi ternyata hal itu hanya berwujud setelah saya melewati semua perang batin yang bisa dibilang melelahkan. Banyak kegalauan yang saya temukan, salah satunya seperti ‘bagaimana saya bisa mencintai diri saya sendiri sedangkan setiap hari saya terus-terusan perang dengan isi kepala?’.
Apakah mencintai diri sendiri merupakan sesuatu yang bisa didapat dengan melakukan beauty makeover atau memakai baju baru? Bisa tidak kita tambah cinta sama diri sendiri dengan baca quotes yang inspirasional? Atau, bisa tidak misalkan menjalin hubungan yang baru membuat kita makin cinta dengan diri kita? Sayangnya, jawaban dari pertanyaan-pertanyaan itu adalah tidak. Kenapa?
Karena mencintai diri sendiri bukan perihal semacam itu. Memakai baju baru atau makan pizza satu loyang mungkin bisa membuat kita merasa senang pada saat itu, namun perasaan tersebut tidak bertahan lama, bahkan bisa merusak dalam jangka panjang. Mencintai diri sendiri merupakan suatu hal yang dinamis, artinya mencintai diri sendiri tumbuh bersama tindakan-tindakan yang mendewasakan diri kita.
Awal mula saya lebih mencintai diri saya sendiri itu dengan cara mulai jujur pada diri sendiri. Jujur dengan diri sendiri merupakan kegiatan yang sepertinya simpel, tapi bisa menjadi hal yang sangat rumit. Dulu saya terbiasa bersikap denial terhadap perasaan yang sedang saya rasakan dan sering memalingkan muka dari kenyataan yang terjadi. Lalu kebiasaan itu saya ubah. Saya mencoba untuk jujur dengan diri saya sendiri dan mulai mengakui hal-hal yang membuat saya senang, sedih, marah, tersinggung, tersiksa, merasa tidak enak, nyaman, dan sebagainya.
Kemudian saya mencoba untuk melakukan apa yang perlu saya lakukan. Setelah saya sudah berusaha jujur pada diri saya sendiri dan mengakui apa yang saya rasakan, saya jadi punya gambaran apa yang harus saya lakukan kedepannya. Saya merasa tidak senang diperlakukan sedemikian rupa? Maka saya akan melakukan apa yang perlu saya lakukan, entah itu menyampaikan, membuat batas, atau cara lain tergantung kondisinya. Saya merasa jenuh dan suntuk? Maka saya akan melakukan hal seperti refreshing, membaca, nonton film, dll.
Terakhir, menerima dan merelakan kondisi saya. Saya harus jujur pada diri sendiri kalau ya saya memang punya masa lalu, kekurangan, kelebihan, dan kondisi tertentu yang memang sudah tidak bisa saya ubah lagi. Penerimaan akan membuat saya lebih fokus dalam menghadapi apa yang benar-benar terjadi daripada terjebak dalam kondisi yang saya khayalkan. Selama saya sudah mulai jujur dengan perasaan saya, menerima merupakan hal yang bia menjadi sangat mudah untuk dilakukan.
Dari sana saya akhirnya berpikir bahwa mungkin saya bisa mengendalikan kekhawatiran saya perihal masa depan dengan cara seperti itu. Keraguan memang tidak jarang melebur menjadi teman sejati, terlebih di usia yang katanya dewasa tapi belum sepenuhnya lepas dari embel-embel remaja. Saya merasa bahwa manusia tumbuh dengan porsi kekhawatirannya masing-masing. Caranya mungkin sederhana, tapi ketika saya merealisasikannya, hasilnya sungguh nyata. Saya berharap saya sudah berteman baik dengan bahagia.
Bahwa jika dulu saya terluka itu tidak apa-apa, karena luka itulah yang membentuk saya menjadi manusia luar biasa. Saya bahagia, setelah saya bisa sampai titik ini sekarang. Tidak mudah menjadi diri saya yang sekarang. Benar, bahagia tidak bisa kita rasakan setiap waktu. Adakalanya saya benar-benar merasa berada di titik terendah kehidupan, sampai fokus saya hanya tertuju pada sesuatu yang merusak diri saya. Saya ingat bagaimana malam itu tangis saya pecah ketika melewati banyak tekanan. Tidak hanya sekali itu. Saya sudah cukup sering untuk merasa tidak baik-baik saja. Saya juga belajar dari kehidupan, bahwa terluka juga butuh menangis, bahwa ternyata saya masih butuh rumah untuk diri saya sendiri yang membuat saya bisa merasa pulang yang benar-benar pulang.
Selain itu, saya ingin menegaskan satu hal, ‘Self love is not selfish’. Kok bisa? Karena mencintai diri sendiri bukan berarti mengambil milik orang lain untuk dimenangkan sendiri. Selepas ini, kekhawatiran saya tidak akan berhenti. Segala pertanyaan tentang masa depan akan terus saya hadapi. Tapi saya tidak akan mengulangi gelisah yang dulu, yang selalu saya simpan rapat di dalam hati.
Saya pernah berpikir ‘kok ada ya orang judgemental banget dan tidak mau menghargai orang lain?’. Sebenarnya orang bersikap seperti itu karena dia tidak bisa mencintai dirinya sendiri lalu melampiaskan ke orang lain. Nah, ketika saya berusaha mencintai diri saya sendiri, saya jadi lebih menghargai hal-hal positif yang ada di dalam diri saya dan melampiaskan itu ke orang-orang di sekitar saya.
Dengan menyadari kebahagiaan di dalam diri saya, saya jadi membebaskan energi dalam diri saya yang dulunya termakan oleh kebiasaan self hate. Energi inilah yang memudahkan saya untuk fokus memperlakukan orang terdekat dengan penuh kasih sayang. Walaupun mungkin sharing ini tidak bisa langsung berdampak ke kalian, tetapi saya benar-benar berharap kalau sharing ini bisa memberikan kalian keinginan untuk lebih mencintai diri kalian masing-masing.
Salam sayang,
Meisya
luv u pollll
BalasHapus